Aku Menolak Membisu di Dunia yang Kehilangan Rasa
Aku tidak lebih hebat. Aku tidak lebih tinggi dari mereka. Aku hanya terlalu resah.
Terlalu peka pada sesuatu yang terus-menerus diabaikan.
Terlalu ingin mengatakan bahwa luka ini bukan hanya luka pribadi—tapi luka zaman.
Aku ingin berteriak… tapi dunia terlalu bising dengan kebisuannya.
Aku ingin menangis… tapi dunia menganggap air mata adalah kelemahan.
Padahal yang paling buta adalah yang tak merasa lagi bahwa dirinya telah kehilangan rasa.
1. Dunia yang Diam dan Tidak Peduli
Aku berjalan di tengah orang-orang yang sibuk—tapi tak satupun melihat.
Mereka memejamkan mata bukan karena gelap, tapi karena memilih untuk tidak tahu.
Apakah kalian tidak lelah hidup hanya dengan reaksi tanpa rasa?
“Bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.”
QS. Al-Hajj (22): 46
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَـٰكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ ٱلَّتِى فِى ٱلصُّدُورِ
2. Aku Bukan Lebih Tajam, Aku Hanya Tak Bisa Diam
Aku bertanya, kenapa aku begini?
Kenapa aku selalu ingin menyuarakan rasa yang bahkan mereka tidak tahu mereka kehilangan?
Aku hanya anak dari tanah yang sama, menghirup udara yang sama, bertumbuh dengan kenangan yang serupa.
Tapi mengapa aku tidak bisa seperti mereka?
Apakah aku rusak? Atau aku satu-satunya yang mendengar jerit sunyi bumi?
3. Rasa Itu Adalah Anugerah dan Azab
Memiliki rasa di dunia yang dingin ini—adalah berkah sekaligus beban.
Aku bisa memahami kesakitan yang bahkan belum terucap,
tapi tak punya cukup kuasa untuk mengubahnya semua.
Maka aku hanya bisa menulis.
Aku hanya bisa menyuarakan.
Agar kalian tahu… kalian tidak sendiri.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan pertolongan, mereka itu satu sama lain saling melindungi.”
QS. Al-Anfal (8): 72
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَهَاجَرُوا۟ وَجَـٰهَدُوا۟ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلَّذِينَ ءَاوَوا۟ وَّنَصَرُوٓا۟ أُو۟لَـٰٓئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍۢ ۚ
4. Mereka Tertawa, Tapi Tidak Bahagia
Aku melihat mereka tertawa keras di ruang-ruang maya,
tapi aku tahu itu hanya kedok dari luka batin yang tak pernah mereka izinkan sembuh.
Mereka menertawakan orang yang menangis,
dan memuja yang sanggup pura-pura tegar.
Aku menolak ikut.
Aku menolak membisu di tengah keterasingan rasa ini.
5. Teriakanku adalah Doa, Ratapanku adalah Cahaya
Maka, biarkan aku bersuara.
Jika kalian tidak bisa mendengarkan, semoga Tuhan menjadikannya dzikir.
Jika kalian mengabaikannya, semoga ia jadi catatan bahwa aku pernah mencoba.
Karena diamku bukan setuju.
Dan tangisku bukan tanda putus asa, tapi bentuk cinta kepada yang belum sadar.
6. Jika Kalian Merasa Sendiri, Maka Bacalah Ini
Tulisan ini untukmu, wahai jiwa yang sering bertanya:
Apakah aku aneh? Apakah aku terlalu peka? Apakah aku terlalu lemah?
Jawabannya: Tidak. Kau adalah anugerah.
Dunia tidak butuh lebih banyak robot yang efisien.
Dunia butuh manusia yang masih bisa merasa.
Dan aku…
Aku menolak membisu, agar engkau tahu: kau tidak sendiri.
✍️ Ditulis sebagai bagian dari rangkaian INTI – Interkoneksi Narasi Teknologi Intelektual.
0028 – Aku Menolak Membisu: Di Dunia yang Kehilangan Rasa.