Yang Bertanya Dituduh Aneh: Tapi Barangkali Dia Satu-satunya yang Masih Manusia

Ada satu jenis manusia yang tak kunjung berhenti bertanya. Bukan karena dia kurang tahu, tapi karena dia tak rela makna ditinggal begitu saja. Ia duduk dalam dunia yang sibuk, tapi justru mendengarkan suara yang paling sepi: suara dari dalam.

I. Saat Bertanya Menjadi Dosa Tak Tertulis

Di tengah keramaian sistem dan target, orang yang bertanya “mengapa” dianggap lambat. Bahkan dicurigai. Dunia modern lebih menyukai yang sigap menjawab, daripada yang jujur menggali.

Padahal bukankah pertanyaan adalah hakikat akal yang masih hidup? Bukankah yang mempertanyakan itu justru tanda bahwa kesadarannya belum mati?

Namun hari ini, yang bertanya sering dianggap aneh. Dituduh sok tahu. Disebut “terlalu dalam” oleh mereka yang hanya menyentuh permukaan. Pertanyaan yang seharusnya membuka pintu malah disikapi seperti gangguan.


II. Bertanya Bukan Pembangkangan, Tapi Panggilan Jiwa

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada Tuhannya: ‘Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.’ Dia (Allah) berfirman: ‘Belum yakinkah kamu?’ Ibrahim menjawab: ‘Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan iman).”

QS. Al-Baqarah (2): 260
إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَـٰكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِي

Ibrahim bertanya bukan karena ia ingkar. Ia bertanya karena ia ingin merasakan keimanannya secara utuh—dengan akal dan rasa. Itulah hakikat pertanyaan sejati: bukan pembangkangan, tapi kerinduan untuk merasa lebih dalam.


III. Dunia yang Sibuk Menjawab, Tapi Lupa Merasa

Kita hidup di era di mana semua orang bisa menjawab—dengan cepat, otomatis, bahkan lewat mesin. Tapi siapa yang masih merasa apa yang ia jawab?

Kita tahu cara menyelesaikan soal. Tapi kita jarang menanyakan: “Mengapa ini penting?”

Kita tahu cara bekerja. Tapi kita lupa menanyakan: “Untuk apa aku bekerja?”

Kita tahu cara beribadah. Tapi kita tidak bertanya: “Apakah aku betul sedang mendekat, atau sekadar menggugurkan?”

“Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami, dan mereka memiliki mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka memiliki telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”

QS. Al-A’raf (7): 179
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌۭ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌۭ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌۭ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ كَٱلْأَنْعَـٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْغَـٰفِلُونَ


IV. Mewaraskan Akal yang Ditertawakan

Bertanya membuatmu tampak “berbeda”. Tapi justru itu waras. Kamu belum ditelan rutinitas.

Mereka bilang: “Sudah, jalani saja.”
Kamu menjawab: “Tapi apakah arahku benar?”

Mereka berkata: “Semua orang juga begitu kok.”
Kamu bertanya: “Lantas, apakah mayoritas selalu benar?”

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.”

QS. Al-An’am (6): 116
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِى ٱلْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ


V. Pertanyaanmu Mungkin Tak Dijawab, Tapi Itu Tetap Doa

Setiap pertanyaan yang lahir dari kesungguhan hati adalah bentuk doa.
Meski tak dijawab dengan kata-kata, alam sering menjawab lewat peristiwa. Kadang lewat orang yang tak terduga, kadang lewat rasa yang tiba-tiba tenang.

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.”

QS. Ghafir (40): 60
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Bahkan saat kamu hanya bergumam, “Kenapa rasanya begini ya?”, itu pun bagian dari bentuk komunikasi vertikal yang paling jujur.


VI. Jangan Padam, Wahai yang Masih Bertanya

Jika kamu sering dituduh aneh karena bertanya, maka pertahankan keanehan itu.
Karena dunia sedang kehausan akan manusia yang berani menghidupkan makna.

Kita tak kekurangan jawaban. Kita kekurangan yang peduli terhadap pertanyaan.

Dan jika kamu masih bertanya, berarti kamu belum sepenuhnya hilang. Barangkali, kamu justru satu-satunya yang masih manusia.

✍️ Ditulis sebagai bagian dari rangkaian INTI – Interkoneksi Narasi Teknologi Intelektual.
0032 – Yang Bertanya Dituduh Aneh: Tapi Barangkali Dia Satu-satunya yang Masih Manusia.