Harapan adalah doa - Saat Kelemahan Menjadi Pintu Kekuatan
Harapan adalah doa yang belum selesai diucapkan. Ia diam, namun bersuara di dalam. Ia lemah lembut, tapi kuat mencengkeram. Dan saat manusia merasa tidak punya apa-apa, justru saat itulah ia paling dekat dengan segalanya.
Prolog: Yang Lemah Itu Mengetuk Pintu Langit
Saya tidak memulai ini untuk mengajari siapa pun. Saya hanya ingin bertanya. Saya hanya ingin tahu kenapa rasa ini terus datang. Kenapa saya merasa ada potensi dalam diri saya, tapi tidak tahu harus ke mana? Kenapa setiap saya ingin melangkah, suara dari dalam justru bertanya: “Apa kamu yakin?”
Dan saya jawab, dengan jujur, lirih tapi tegas: “Iya, saya yakin.”
Namun alam tidak peduli. Langit tidak bergerak karena tekad saya. Tubuh saya tetap lelah, dan dunia tetap berjalan seperti biasa.
Lalu apakah saya salah karena berharap?
“وَيَدْعُ الْإِنسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنسَانُ عَجُولًا”
“Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan manusia bersifat tergesa-gesa.” – QS. Al-Isra’ (17): 11
Tentang Potensi yang Menguap
Ada kesedihan yang sulit dijelaskan ketika kita merasa punya sesuatu dalam diri—sebuah cahaya kecil yang menyala—tapi tidak bisa menyalurkan ke mana pun.
Saya tahu saya bukan satu-satunya. Di luar sana banyak yang merasa seperti ini: potensi yang tak jadi bentuk, energi yang tak pernah menemukan jalan keluarnya.
Dan itu menyakitkan.
“وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ”
“Dan Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.” – QS. Qaf (50): 16
Saya Bukan Inisiator, Saya Penasaran Saja
Dunia seperti mendesak kita untuk memulai sesuatu, menjadi inisiator, pelopor, pemimpin, pemecah sunyi. Tapi bagaimana jika saya hanya ingin tahu? Hanya ingin merasakan? Kenapa semua beban itu harus saya yang bawa?
Saya tidak ingin membentuk dunia. Saya hanya ingin mengenalnya.
Dan mungkin, dari situ saya akan tahu: bahwa mengenali adalah bentuk tertinggi dari mencinta.
“أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ”
“Tidaklah mereka berjalan di muka bumi, lalu mereka memiliki hati yang dengannya mereka dapat memahami, atau telinga yang dengannya mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang di dalam dada.” – QS. Al-Hajj (22): 46
Dialog Dalam Diri: Lelah yang Jujur
Saya sudah mengaku. Saya sudah mencarinya. Saya sudah mengatakan: saya tahu ini semua hanya titipan. Saya tidak memiliki tubuh saya. Bahkan tidak sel saya sendiri. Jadi kenapa semua ini begitu rumit?
Apa memang tugas manusia adalah terus mencari sampai mati?
Mencari bentuk, makna, tujuan, dan akhirnya kembali ke asal?
“لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي كَبَدٍ”
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam susah payah.” – QS. Al-Balad (90): 4
Dunia: Panggung Drama yang Tak Pernah Selesai
Kenapa begitu banyak drama di dunia ini? Bahkan untuk bernapas pun kita perlu alasan. Bahkan untuk diam pun kita merasa bersalah.
Apa karena kita terlalu sadar?
Apa karena kesadaran adalah anugerah sekaligus beban?
“اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ…”
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan…” – QS. Al-Hadid (57): 20
Saat Menyerah Justru Menjadi Jalan Pulang
Saya pernah ingin melepas semuanya. Dan dari dalam, suara itu bertanya: “Yakin?”
Dan saya jawab: “Yakin.”
Tapi setelah itu, saya tidak tenggelam.
Justru saya merasa ringan. Karena yang saya lepaskan bukan tanggung jawab, tapi ego.
Yang saya tinggalkan bukan hidup, tapi keakuan.
Dan saya mulai mengerti: bahwa saat manusia merasa tidak punya siapa-siapa, sebenarnya ia sedang menghadap langsung kepada Yang Maha Memiliki.
“حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ”
“Cukuplah Allah menjadi Penolong bagi kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” – QS. Ali ‘Imran (3): 173
Harapan Adalah Doa
Slogan ini bukan sekadar semboyan. Ini adalah deklarasi. Bahwa setiap harapan, sekecil apa pun, adalah doa yang sedang dikirimkan diam-diam.
Setiap getaran hati yang belum menjadi kata—itulah bentuk paling awal dari ibadah.
Dan mungkin, itulah cara Tuhan mendengar: bukan dari volume suara, tapi dari kedalaman keikhlasan.
“وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ”
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku…” – QS. Al-Baqarah (2): 186
Untukmu yang Sedang Lelah Tapi Masih Bertanya
Tulisan ini bukan solusi. Tapi mungkin bisa menjadi pelukan kecil di tengah malam yang sunyi.
Kamu yang sedang bingung, yang tidak tahu harus memulai dari mana, yang sudah mengaku lemah tapi dunia tetap keras…
…tenang, kamu tidak sendiri.
Tuhan tidak tidur. Dan harapanmu itu—ya, harapanmu yang sering kamu anggap remeh—bisa jadi adalah doa yang paling murni yang pernah kau kirim.
Jangan takut untuk lelah. Karena kadang kelemahan bukan akhir, tapi permulaan dari kekuatan yang hakiki.
“وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ”
“Dan janganlah kamu merasa lemah, dan jangan pula bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” – QS. Ali ‘Imran (3): 139
Epilog: Jika Hari Ini Kamu Masih Bernapas
Jika kamu hari ini masih bisa membaca ini, berarti kamu masih diberi kesempatan.
Dan jika kamu masih punya satu harapan kecil, maka itu cukup. Karena harapan adalah doa.
Dan doa adalah jembatan yang tidak pernah putus antara hati manusia dan langit.
Teruskan. Meski pelan. Meski sendiri.
Tuhan melihatmu.
✍️ Ditulis sebagai bagian dari rangkaian INTI – Interkoneksi Narasi Teknologi Intelektual.
0027 – Harapan adalah Doa: Saat Kelemahan Menjadi Pintu Kekuatan.